Wednesday, December 7, 2011

JoSH's birth story in Busan (2)

It's the time!

Posting ini lanjutan dari posting sebelumnya di sini.

Masih ingat cerita ketika aku memutuskan tidak ikut ujian interview dan memilih untuk pergi ke studio foto?
Akhirnya ketika hari pertama kuliah di hari Senin, banyak sekali murid-murid yang bergerombol melihat papan pengumuman untuk mencari nama mereka ada di level berapa.
Susah juga mau ikut desak-desakan melihat papan pengumuman dengan badan yang gede begitu ^^.
Akhirnya minta tolong San lihatin deh...
Dia bilang, "Namamu ga ada tuh!"

Heh!

Kok bisa ga ada ya? Padahal kan jelas-jelas aku ikut ujian hari Jumat lalu.
Tiba-tiba staff International Office datang dan memberitahu bahwa tes tulisku mauk di level 3, tapi karena aku skip ujian interview, jadi hasil tes itu tidak berlaku lagi. Aku harus mulai dari level 1.

Dieng! Yah....gimana sih...rada ga terima juga waktu itu, masa hanya karena skip interview langsung dianggap harus mulai level 1. Salah sendiri juga sih kenapa skip interview.

Tapi guru bhs Korea yang jadi penanggung jawabku berbaik-hati...dia mau tanyakan ke koordinator kelas bahasa apakah aku bisa ikut ujian interview susulan. Ternyata Koordinator berbaik hati pula. Akhirnya aku ujian susulan, dan masuk level 3.

Level 3 ini, minta ampun...baca bukunya aja engga ngerti hampir semua vocabulary-nya. Beneran nih aku masuk di level ini. Paling-paling 1 minggu doang belajar dan habis itu bolos deh karena melahirkan. Bisa ngejar ga ya ketinggalannya. Hmmm...mana anak-anak yang lain kayaknya uda ngerti2 gitu, karena sebagian besar pernah ikut kelas di semester sebelumnya. Asli...susah banget! Mana ini pertama kalinya ikut kelas bahasa Korea yang regular.

Akhirnya hari Jumat di minggu itu, aku pamitan dengan guru-guru dan teman-teman. Sabtu di minggu itu adalah due date si baby. Aku merasa minggu berikutnya sudah pasti ga bisa masuk kelas, entah karena sudah melahirkan atau akan melahirkan.

Sabtu itu kami berdua tinggal di rumah, karena sudah due date, ga kepikir untuk pergi keluar rumah. Hari itu San masak-masak untuk makan siang. Menu komplit, ada dadar jagung, sayur, telur, nasi. Sorenya kami masak mie goreng bersama2.

Meskipun mie goreng sudah siap, sambil menunggu jam makan malam, karena belum terasa lapar, aku upload foto2 San di facebook. Foto-foto hasil karya masakannya dia.

Tiba-tiba perutku sakit luar biasa. Waktu itu sekitar pukul 7 malam. Sakitnya tidak berhenti.
Sepertinya waktunya sudah tiba.
Aku telpon mama, mama bilang, cepat ke rumah sakit sekarang, jangan tunda-tunda lagi. Jangan sampai melahirkan di rumah atau di jalan.
Rumah sakitnya jauh? tanya Mama.
Iya. 30 menit dari rumah kalau naik taksi.

Panik.

Orang bilang kontraksi itu pada awalnya jaraknya lama, harus diperhatikan jaraknya, bisa dari 1 jam, lalu 30 menit, 10 menit dst. Jika semakin pendek jangka waktu antara kontraksi satu dengan yang lain, baru pergi ke rumah sakit. Lha ini, ga ada jarak sama sekali...sakitnya terus-terusan. Lalu ini apa?

San pergi membawa tas yang sudah kami siapkan untuk ke rumah sakit, dia ke luar memanggil taksi. Rumah kami agak susah dijangkau taksi dari jalan utama, dan jalannya naik turun. Jadi San harus pergi dulu supaya taksi tahu lokasi rumah kami. Lalu San akan kembali lagi ke rumah menjemput aku.

San datang lagi. Taksi sudah menunggu di luar, katanya.

Ketika sampai di luar...Lho??? Mana taksinya? San pun kaget.
Tadi taksinya sudah disini kok...

Tasmu dimana, tanyaku.
Tas-nya kutaruh di dalam taksi, kata San.
Dieng!!! Di dalam tas itu isinya semua peralatan, juga dompet, paspor dan semua surat-surat yang diperlukan.
Karena tasnya berat, dia taruh di taksi, supaya bisa tuntun aku keluar rumah. Mana ada pikiran buruk kalau taksinya bakal pergi.......
San lari pergi mencari taksi itu, semoga belum jauh...
Aku pun dengan perut yang sakit sekali, berjalan pelan-pelan menjauhi rumah....

Tuhan tolong kami...sudah mau melahirkan begini, tas juga jangan hilang, kami perlu naik taksi segera ke rumah sakit.

(bersambung)

No comments:

Post a Comment